MENGENANGMU
Ketika semua anak-anak kelas X, XI, XII sudah pulang dan tinggal beberapa siswa yang mengikuti eskul, aku baru mau pulang. Aku sengaja pulang belakangan karena menunggu seseorang yang sangat aku harapkan sosoknya ada dihadapanku sekarang ini. Pukul 16.00 tepat, makhluk yang aku tunggu datang. Dia mengenakan seragam basket. Dengan segenap keberanian yang telah aku kumpulkan, kucoba langkahkan kaki perlahan menghampiri Bernand.
“Ka, ada waktu buat ngobrol gak?” tanyaku saat sudah dihadapannya. “Eh Angel... ada apa? Mau ngobrolin soal Cindy ya?” jawabnya. "Iya, Ka...,” jawabku sedikit gemetar. “Ya udah! Tapi tunggu sebentar ya?”... “Aku tunggu dilapangan basket ya ka..” kataku lagi. Dia mengiyakan sambil berlari kecil menuju kamar ganti.
Aku segera menuju lapangan basket, lapangan udah sepi, eskul sudah selesai daritadi. “Mau ngomong apa? Kayaknya serius banget?” tanya Bernand penasaran. “Ka, sebelumnya Angel minta maaf. Mungkin ini hal paling bodoh yang pernah Angel lakuin. Soal cinta” aku terdiam sejenak dan menarik napas dalam-dalam. “Ka, aku mau tanya, buat Ka Bernand, sosok Cindy itu nyata atau tidak sih?” tanyaku lagi. “Kok nanya gitu, Ngel? Tapi buat aku, Cindy emang sosok nyata, meskipun belum tau benar atau tidak?” aku langsung menanggapinya “Kalau misalkan Cindy adalah orang lain yang menyamar gimana, Ka? Terus tau-tau dia mau ngakuin semua itu, Ka Bernand mau maafin dia gak?”. “Memangnya kenapa?” tanya Bernand sambil memegang tanganku. “Angel, aku udah tau semuanya kok.”
Seribu pertanyaan langsung muncul di benakku saat Bernand mengatakan sudah mengetahui semuanya. “Maksudnya Ka Bernand?” Bernand tak segera menjawab pertanyaanku itu. Dia malah menatap mataku dengan lembut dan kemudian memelukku. Rasa sakit dan senang bercampur jadi satu. Bibirku kelu tak bisa berucap apapun. Sejuta rasa suka menyelimuti hatiku saat itu.
“Aku udah tau semuanya, kalau kamu itu Cindy..” jawabnya sambil masih memelukku. “Hah??” aku kaget gak menyangka sama sekali. “Ka Bernand tau darimana kalau aku Cindy?”. “Aku tau dari hati kecilku sendiri. Setiap aku melihat kamu, setiap aku denger suara kamu rasanya aku pengen banget peluk kamu seperti sekarang ini, sama seperti waktu Cindy bicara sama aku, aku pengen peluk dia.”
Aku benar-benar tak bisa berucap sepatah katapun. Mulutku terasa terkunci oleh perasaan bahagia karna aku tak harus bersusah payah menceritakan semuanya.
“Angel?” tanya Bernand.
“Maafin aku ya Ka, sekarang Ka Bernand sudah tau semuanya, siapa Cindy. So, terserah Ka Bernand mau gimana, aku terima, karena semua emang salahku.”
“Aku cuma mau bales kamu seperti ini...” Ka Andra kembali memeluk tubuhku yang sedang gemetaran ini.
“Mau gak hubungan kita ini dilanjutin? Tapi Bernand sama Angel bukan Bernand sama Cindy lagi?” katanya masih sambil memelukku.
Hatiku terasa senang dan aku cuma bisa tersenyum sebagai pengganti kata ‘ya’, dan Bernand mengerti. Berkali-kali dia mengucapkan terimakasih. Kata-kata yang seharusnya aku ucapkan padanya.
Tapi itulah kenanganku bersama Bernand yang paling aku ingat. Kini semuanya tinggal kenangan. Sekarang aku dan Bernand sudah putus. Aku memilih sahabat daripada cinta sejatiku. Aku tau aku sangat menyesal atas pilihanku sendiri. Tapi nasi sudah menjadi bubur, Bernand sudah bersama Vannesa dan hatiku sekarang sudah hancur! Luluh lantak.
*****
Aku selalu suka melihat Bernand senyum. Hati ini rasanya sudah adem meskipun hanya selintas.
“Udahlah Angel, masih banyak cowok yang lain. Gak cuma Bernand. Lagian kan dia sudah menjadi milik Vannesa,” kata Yolanda mencoba menghiburku.
“Secepat itukah dia ngelupain aku? Aku nyesel banget. Kenapa aku putusin dia demi Deschya? Padahal sekarang Deschya ninggalin aku? ” jawabku sambil sedikit meneteskan air mata dipipi. “Dulu kan aku udah bilang, kamu gak usah putus. Tapi kamu malah kekeuh maunya putus. Aku salut sih, kamu pilih sahabat dibanding pacar, tapi usaha kamu buat ngedapetin Bernand lagi? Apalagi kalo inget cara kamu mutusin dia? Gila banget? Masa mutusin pacar jam 2 pagi? Untung dia gak kenapa-kenapa? Coba kalo sampai kejadian?”
“Aku takut dia kecelakaan, kan itu salah aku...”
“Angela.. Angela.. cowok masih banyak. Kamu masih muda, kamu cantik, kamu smart, kamu rajin. Cowok mana yang gak mau sama kamu?” kata Yolanda sambil mencubit pipiku yang rada tembem ini.
Semakin lama aku melihat wajah Bernand, makin aku teringat semua kenangan aku bersama dia. Dan ada satu kalimat yang aku ingat banget, Bernand pernah berjanji akan menjagaku sampai kapanpun. Tapi kenyataannya? Hmm.. semua tinggal kenangan. Hubungan aku dengan Bernand udah putus. Tinggal pertemanan antara aku, Rocky dan Erick yang masih tersisa. Tetap lancar seperti air tanpa ada yang bisa menghalangi.
Saat istirahat sekolah, aku pilih pergi aja ke perpustakaan, membaca buku apa aja buat ngilangin perasaanku yang lagi nyesek. Tapi saat aku kesana, aku ketemu Rocky dan Erick. Mereka lagi asyik SMS-an.
“Dorr..!!” aku mengagetkan mereka dari belakang.
“Eh Angel, baru aja aku mau sms, orangnya udah nongol. Gimana kabarnya nih? Masih mikirin Bernand juga? Tanya Erick renyah. Ahh, Erick cari gara-gara aja. Ngomongin Bernand, mana aku bisa lupa sih?!
“Jangan ditutup terus dong hatinya!.”kata Rocky.
“Mau buka hati gimana? Gak ada yang bisa sih, tapi tepatnya belum ada yang bisa ngebuka hatiku lagi” jawabku sambil membuang pandangan dari mereka. “Makanya, peka dikit dong neng! Di luar sana tuh cowok bejibun. Kita juga jomblo! Mau dong daftar ” ledek Erick.
“Apaan sih? Pendaftaran belum mulai dibuka tau! By the way, Bernand mana? Kok gak kelihatan? Pengen ngobrol neh.”
“lagi dikantin kali.. kalo gak lagi telpon-telponan sama cewek barunya.” Ceplos Rocky.
“Nyebelin banget sih jawabannya, bikin cemburu aja! Missed call ahh..”
Berkali-kali aku mencoba menghubungi Bernand, tapi tidak ada respon sama sekali. Bahkan yang paling buat aku dongkol, telepon aku di-reject.
“Iiihhh.. ngebetein banget sih! Kok direject. Gila!!” kataku sambil manyun sembari mencoba menghubungi Bernand lagi.
“Kasihan deh Angel..” cela Erick.
“udahlah gak usah ditelpon lagi, ntar malah bikin kamu bete, mendingan kita kekantin yuk! Laper nih!” bujuk Rocky.
Akhirnya kami bertiga pergi kekantin, Erick yang jago makan ngebisin banyak makanan dikantin.
*****
Sepulang sekolah, karena aku masih penasaran sama Bernand, aku coba lagi menghubungi Bernand. Berkali-kali aku coba, tapi jasilnya sama. Sampai akhirnya pas aku udah mulai putus asa, telpon diangkat.
“Hallo?”..
Hah! Suara cewek... 1001 pertanyaan muncul, apa ini ceweknya?
“Ha.. hallo, Bernandnya ada?” kataku sedikit gagap.
“Maaf, ini siapa ya? Daritadi missed call terus? Kebetulan Bernand sama aku lagi tukeran nomor.”
“Boleh tau gak sekarang, Bernand pegang nomor yang mana?”
“Maaf, bukannya aku pelit atau apa, tapi yang boleh tau nomor Bernand Cuma aku. Ini siapa ya?”
“Please.. aku minta donk?”
“Iihhh.. nyolot amat sih? Kalo gak ya enggak! Ini siapa sih?”
“Ini Angela.. ”
“Oh.. Angela mantannya Bernand? Gak usah gangguin aku sih? Dasar cewek kegatelan!!”
Mendengar penghinaan itu aku gak bisa terima..
“Eh, Aku bukan cewek kegatelan ya? Jaga mulut kamu!”
Belum selesai aku bicara, Vannesa udah mutusin telepon. Aku sebel sama sikapnya yang gak bersahabat sama sekali. Wah gak bisa dibiarin nih! Aku harus bicara sama Bernand dan cerita soal Vannesa. Lebih-lebih kalimatnya itu loh, nyebelin banget!
Besoknya aku mencoba mencari Bernand dikantin sekolah, dan dia gak ada disana. Tapi aku cari terus sampai akhirnya ketemu. Ternyata Bernand lagi di Alua. Dia lagi main futsal sama Erick, Rocky dan beberapa teman lainnya. Kebetulan pas udah mau istirahat, buru-buru aku samperin dia.
“Nand...” tanyaku sambil duduk disampingnya tanpa permisi.
“Ada apa Ngel?” sahutnya dengan nada dingin.
“Vannesa itu bener cewek kamu?”
“Ya. Emang kenapa?” tanya dia setengah membentak.
“Tolong ajarin dia sopan santun dikit dong! Aku udah ngomong baik-baik sama dia, tapi dia malah ngatain aku cewek nyolot, cewek kegatelan!! Belum lagi dia matiin telpon aku, padahal akunya masih ngomong. Gak sopan!! Baru kali ini aku digituin sama orang. Padahal aku kan sama-sama cewek.”
“Bukannya kamu yang kurang ajar Ngel? Kamu ngancam dia kan? Kamu tuh udah berubah tau gak? Kamu bukan Angel yang dulu!!”
“Aku ngancam Vannesa? Kapan?”
“Pas kamu telpon dia lah! Kapan lagi,,”
“Cewek kamu bohong tuh, aku berani sumpah kalo aku gak pernah ngancam dia. Harusnya kamu bisa bedain dong? Kamu tau sifatku kan?” Aku berusaha ngeyakinin Bernand.
“Terserah mana yang bener, kalo bener yang kamu omongin, aku minta maaf atas nama Vannesa.”
“kok kamu yang minta maaf? Aku sih udah maafin sebelum kamu minta maaf, tapi jangan kamu dong yang minta maaf.”
“Udahlah Ngel, aku mau maen futsal.”
Baru kali ini Bernand bersikap seperti itu padaku. Bernand sudah berubah. Bernand yang sekarang bukan Bernand yang dulu lagi. Aku kecewa tapi aku kini sadar, Bernand bukan milikku lagi. Sekarang Bernand milik Vannesa dan aku harus benar-benar melupakan dia. Semakin aku berharap sama dia, aku akan semakin sakit.
Berbulan-bulan sejak kejadian itu, aku tak pernah komunikasi dengan Bernand. Bahkan saat kami papasan, senyum pun tak tersungging dibibir kami berdua. Hanya raut muka penuh tanda tanya yang tersirat diwajah kami berdua.
Suatu waktu, pas aku mau mengembalikan buku ke perpustakaan, aku tertabrak oleh seorang cowok yang bertubuh tinggi besar dengan bau parfumnya yang sangat aku kenal. Aku langsung memungut buku yang terjatuh dan pergi meninggalkan cowok itu.
“Angel.. Angela..!!” teriak cowok itu memanggil namaku. Aku tak menghiraukan panggilan itu, hatiku masih terasa sakit oleh cinta yang pernah ia goreskan dihatiku.
Sepulang sekolah aku langsung ke toko buku bareng Yolanda, ada teenlit baru yang pengen aku beli. Tapi belum sampai ketemu buku yang ku cari tiba-tiba handphone mungilku berbunyi. Dari Bernand? Mau apa dia telpon?
“Siapa Ngel?” tanya Yolanda.
“Bukan siapa-siapa,” aku reject panggilan Bernand.
“kok dimatiin?”
“Gak penting!” kataku dengan nada agak sewot.
“Udah ketemu bukunya, Yol..” aku mengalihkan pembicaraan.
“Kesana yuk?” ajak Yolanda padaku.
Tapi tak berapa lama, Bernand telpon lagi. Tapi sekali ini aku biarkan.
“Angkat dong Ngel.. pasti dari Bernand ya?”
“Iya Yol..”
“Kali aja mau ngomongin hal penting, ayo dong angkat!”
“Iya deh aku angkat. Hallo.. ada apa.. Iya ganggu, ada apa sih nelpon-nelpon, ntar cewek kamu marah terus ngatain aku kegatelan lagi.. ya terus maunya apa? Besok.. disekolah aja.. Terserah!!”
“Ngomong apa dia Ngel?”
“Ngajakin ketemuan di taman besok, tapi aku gak mau. Kalo mau ngomong, ya mau gak mau disekolah aja..”
“kok gitu sih, Ngel?”
“Udahlah Yol, aku gak mau ngomongin ini. Males!.”
“Ya udah.. tapi Ngel?”
“Gak ada tapi-tapian! Okey!”
Aku dan Yolanda kembali mencari buku. Sebenarnya didalam hatiku, aku pengen banget tau apa yang Bernand pengen omongin tapi rasa gengsi menghalangi semua niatku.
Besoknya aku berangkat sekolah agak pagian, karena ada jadwal piket hari ini. Pelajaran pertama adalah pelajaran Miss Hanny, guru Bahasa Spanyol. Karena kebetulan Miss Hanny sedang sakit, kami cuma dikasih tugas. Dengan sekejap tugas itu sudah aku selesaikan. Karena sudah selesai mengerjakan tugas, sisa waktunya aku gunakan untuk pergi kekantin buat cari cemilan karena kebetulan aku belum sarapan.
Ketika aku melewati toilet cowok, aku dikagetkan oleh seorang cowok, Bernand. Aku langsung berbalik dan menjauh, tapi sialnya tanganku ditarik oleh Bernand dan dia langsung memelukku. Aku berusaha kuat lepas dari pelukannya.
“Mau kamu apa, Nand? Aku gak mau.. aku bukan cewek kamu.”
“Maafin aku Ngel.. Aku salah..”
“Baru sadar, Nand? Aku sudah maafin kok.”
“Ngel, aku sayang banget sama kamu, kamu juga sayang sama aku, kan?.”
“Pede banget kamu ngomong kayak gitu, Nand?.”
“Tapi nyatanya memang kamu masih sayang sama aku kan.?”
“Emang kemarin aku masih sayang sama kamu, tapi perasaan itu udah ilang.”
“Apa ada kesempatan buat aku memperbaiki semuanya?.”
“Ada...”
“Beneran? Berarti kamu mau balikan sama aku?.”
“Siapa bilang? Vannesa mau ditaruh mana?.”
“Aku bakal putusin dia kalo kamu mau balikan sama aku.”
PLAKKKK ! sebuah tamparan yang cukup keras mendarat di pipi kiri Bernand.
“Gampang banget kamu ngomong! Cukup aku aja yang ngerasain sakit! Aku sama Vannesa sama-sama cewek Nand! Aku tau rasanya dan aku gak mau dia seperti itu, aku gak mau!!”
“Tapi kenapa Ngel? Jangan bohongin diri kamu sendiri.”
“Emang aku sayang banget sama kamu, tapi cuma sebagai sahabat. Sayangku untukmu tak lebih dari itu, sesama cewek aku gak mau nyakitin dan disakitin.”
“Yah.. kalo itu memang keputusanmu, Ngel.. maafin aku ya? Sekarang aku akan coba menganggap kamu sebagai sahabat dan aku akan tepati janjiku untuk menjagamu sampai kapanpun.”
Aku langsung pergi menginggalkan Bernand, hatiku terasa lega karena aku sudah memilih jalan yang terbaik meski hatiku sakit banget.
Semua tentang Bernand kini tinggal kenangan. Aku akan mengenangnya sampai kapanpun. Bagaimanapun Bernand adalah orang yang pernah singgah di hatiku.